smua hal di dunia ini indah.. tapi akan terasa lebih indah saat aku dapat berbagi dengan smua orang... >__< ...

slamat datang...

inilah duniaku *My World* yang penuh dengan hal2 terindah dalam hidupku dan aku ingin berbagi dengan teman2 smua...

mg brmanfaat..^.^..
follow my blog yaaa...
sankyuu..

Sabtu, 12 Desember 2009

Kritik Deduktif: Biara Trappist Gedono, Salatiga, Semarang


Biara Trappist Gedono yang terletak di Bukit Gedono, Dukuh Weru, Dusun Jetak, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, 15 kilometer arah barat daya kota Salatiga ini berdiri di atas wilayah yang luas arealnya mencapai delapan hektar, satu hektar untuk bangunan, selebihnya ditumbuhi pepohonan, perkebunan, dan pemakaman.


Bangunan ini didirikan pada tahun 1987, di desain oleh arsitek terkemuka Indonesia, Y. B. Mangunwijaya. Arsitektur Monastik Cisterciensis melambangkan keserasian dan keindahan ilahi. Bangunan-bangunan dalam biara monastik dibangun dengan sederhana dan bersahaja. Pertapaan ini sangat menarik karena kesederhanaanya itu sendiri. Suasana teduh, hening, dan sunyi di pertapaan ini sungguh menjadi daya tarik utama.

Masing-masing bagian bangunan dibuat terpisah satu sama lain. Misalnya ruang ibadah dalam satu bangunan, rumah tamu dalam satu bangunan, ruang cuci satu bangunan, ruang dapur dan makan satu bangunan, serta ruang tidur dari empat bangunan berbentuk rumah panggung.

Rumah tamu, bangunan ini cukup besar bagi para tamu, karena tamu yang datang tidak setiap hari. Bangunan ini menghadap ke utara, dengan bentuk memanjang dan berkoridor. Temboknya terbuat dari batu alam yang tersusun rapi. Berdiri di atas gundukan tanah dengan dua undakan tangga di depannya. Tangga pertama langsung menghubungkan area parkir dengan tempat pendaftaran tamu. Tangga kedua berfungsi menghubungkan rumah tamu dengan retreat, rumah penyepian diri khusus untuk tamu. Tangga ini berbentuk tiga sengkedan dengan atap di atasnya. Kesan yang terbentuk amat harmonis.

Ada tiga rumah tamu, tempatnya tak begitu besar, tapi suasananya amat terang. Ornamennya ada dua pintu yang saling berseberangan, empat jendela berbentuk kubah, serta banyak kisi jendela berbentuk persegi dan bulat. Satu ventilasi cahaya lagi berada di atap yang membawa cahaya matahari jatuh ke lantai ubin dan berpendar ke seluruh ruangan. Itu pun masih ditambah variasi cahaya buatan dari dua bola lampu yang tergantung.

Rumah retreat menjadi salah satu kawasan yang steril dari kebisingan. Rumah retreat, sesuai namanya, memiliki fungsi penyepian diri bagi para tamu. Ada dua rumah retreat dan satu rumah toko di depan rumah tamu. Letaknya di bagian bawah area parkir. Bangunannya berbentuk persegi, beratap limasan. Sama dengan rumah tamu, rumah retreat dan rumah toko menggunakan tembok berbahan batu alam. Rumah toko menyediakan beragam hasil kerja tangan para rubiah, sebutan untuk biarawati.

Gereja berbentuk menyiku menghadap ke arah timur. Gereja memiliki dua ruangan besar; satu ruangan sejajar dengan rumah tamu dan satunya sejajar dengan lerengan bukit Gedono. Yang sejajar rumah tamu diperuntukkan khusus bagi tamu pertapaan. Sementara yang sejajar dengan lerengan khusus diperuntukkan para rubiah. Masing-masing ruang memiliki fungsi yang berbeda. Ornamen yang ditonjolkan bangunan gereja juga tak berbeda jauh dari rumah tamu. Perbedaannya cuma pada elemen cahaya yang amat dominan, terutama di bagian altar.



Biografi : Y. B. Mangunwijaya


Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Pr. (lahir di Ambarawa, Kabupaten Semarang, 6 Mei 1929 – meninggal di Jakarta, 10 Februari 1999 pada umur 69 tahun), dikenal sebagai rohaniawan, budayawan, arsitek, penulis, aktivis dan pembela wong cilik. Anak sulung dari 12 bersaudara pasangan suami istri Yulianus Sumadi dan Serafin Kamdaniyah. Romo Mangun, julukan populernya, dikenal melalui novelnya yang berjudul Burung-Burung Manyar. Mendapatkan penghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun 1996. Ia banyak melahirkan kumpulan novel seperti di antaranya: Ikan-ikan Hiu, Ido, Homa, Roro Mendut, Durga/Umayi, Burung-Burung Manyar dan esai-esainya tersebar di berbagai surat kabar di Indonesia. Bukunya Sastra dan Religiositas mendapat penghargaan buku non-fiksi terbaik tahun 1982.


Dalam bidang arsitektur, beliau juga kerap dijuluki sebagai bapak arsitektur modern Indonesia. Salah satu penghargaan yang pernah diterimanya adalah Aga Khan Award, yang merupakan penghargaan tertinggi karya arsitektural di dunia berkembang, untuk rancangan pemukiman di tepi Kali Code, Yogyakarta. Kekecewaan Romo terhadap sistem pendidikan di Indonesia menimbulkan gagasan-gagasan di benaknya. Dia lalu membangun Yayasan Dinamika Edukasi Dasar. Sebelumnya, Romo membangun gagasan SD yang eksploratif pada penduduk korban proyek pembangunan waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah, serta penduduk miskin di pinggiran Kali Code, Yogyakarta.


Perjuangannya dalam membela kaum miskin, tertindas dan terpinggirkan oleh politik dan kepentingan para pejabat dengan "jeritan suara hati nurani" menjadikan dirinya beroposisi selama masa pemerintahan Presiden Soeharto.


Pada tahun 1936, Beliau masuk HIS Fransiscus Xaverius, Muntilan, Magelang dan lulus pada tahun 1943., kemudian meneruskan ke STM Jetis, Yogyakarta. Pada tahun yang sama ikut kingrohosi yang diadakan tentara Jepang di lapangan Balapan, Yogyakarta dan mulai tertarik mempelajari Sejarah Dunia dan Filsafat. Pada tahun 1944 STM Jetis dibubarkan, dan dijadikan markas perjuangan tentara RI, lalu Ia Ikut aksi pencurian mobil-mobil tentara Jepang. Pada tahun 1945, Ia menjadi prajurit TKR Batalyon X divisi III. Bertugas di asrama militer di Benteng Vrederburg, lalu di asrama militer di Kotabaru, Yogyakarta. Ikut dalam pertempuran di Ambarawa, Magelang, dan Mranggen.


Pada tahun 1946, melanjutkan sekolah di STM Jetis.Kemudian menjadi prajurit Tentara Pelajar, pernah bertugas menjadi supir pendamping Panglima Perang Sri Sultan Hamengkubuwono IX memeriksa pasukan. Lulus STM Jetis pada tahun 1947, lalu saat Agresi Militer Belanda I, tergabung dalam TP Brigade XVII sebagai komandan TP Kompi Kedu. Kemudian, masuk SMU-B Santo Albertus, Malang dan pada 1950 sebagai perwakilan dari Pemuda Katolik menghadiri perayaan kemenangan RI di alun-alun kota Malang. Di sini Mangun mendengar pidato Mayor Isman yang kemudian sangat berpengaruh bagi masa depannya. Di tahun 1959 melanjutkan pendidikan di Teknik Arsitektur ITB, kemudian melanjutkan pendidikan arsitektur di Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman, pada tahun 1960 dan lulus, kemudian kembali ke Indonesia pada tahun 1966.


Pada tahun 1992 mendapat The Aga Khan Award untuk arsitektur Kali Code, kemudian mendirikan laboratorium Dinamika Edukasi Dasar. Model pendidikan DED ini diterapkan di SD Kanisius Mangunan, di Kalasan, Sleman, Yogyakarta di tahun 1994. Pada tanggal 10 Februari 1999 Beliau wafat karena serangan jantung, setelah memberikan ceramah dalam seminar Meningkatkan Peran Buku dalam Upaya Membentuk Masyarakat Indonesia Baru di Hotel Le Meridien, Jakarta. Karya arsitekturnya antara lain, Pemukiman warga tepi Kali Code, YogyakartaKompleks Religi Sendangsono, YogyakartaGedung Keuskupan Agung SemarangGedung Bentara Budaya, JakartaGereja Katolik Jetis, YogyakartaGereja Katolik Cilincing, JakartaMarkas Kowihan IIBiara Trappist Gedono, Salatiga, SemarangGereja Maria Assumpta, dan KlatenGereja Maria Sapta Duka, Mendut.